Minggu, 04 November 2012

LEGONG KERATON

Bali adalah sebuah pulau di Indonesia yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok dengan Ibukota provinsinya ialah Denpasar. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budaya, berupa tarian. Tari Bali merupakan suatu cabang seni pertunjukan yang mengandung serta dijiwai oleh nilai budaya Hindu – Bali. Dilihat dari fungsinya dalam aspek kehidupan ritual dan sosial masyarakat setempat, Tari Bali secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu 1.Seni upacara atau seni wali dan bebali, 2. Seni tontonan/hiburan atau balih – balihan. Pakar seni tari Bali I Made Bandem pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari modern lainnya.
Kesenian tari bagi masyarakat Bali memang tak bisa dipisahkan. Tarian Bali, seperti Legong, Janger, Baris, Kecak, adalah tarian yang disakralkan dan mengalami masa jaya pada tahun 1930. Adapun pertunjukan Tari Tradisional Bali terutama di daerah Ubud diadakan berbagai macam tarian Bali dari berbagai sanggar tari, biasanya tarian yang populer dikalangan para wisatawan antara lain yaitu tari Legong, tari Kecak, tari Barong dan lain-lain. Tari Legong yang menjadi salah satu tarian favorit yang ditonton oleh para wisatawan baik wisatawan Nusantara maupun wisatawan Mancanegara merupakan tarian yang dikembangkan di keraton atau istana-istana di Bali. Tari Legong Kraton  ditarikan oleh tiga orang gadis dan tari Legong sendiri mempunyai banyak ragam atau macamnya. 

Sejarah Tari Legong Keraton

Seni tari merupakan perwujudan dari ekspresi jiwa seni daripada masyarakat Bali yang didalamnya terkandung jiwa dan rasa budaya Bali yang dimana nampaknya lebih banyak terbentuk oleh Kebudayaan Hindu. Menurut struktur masyarakatnya, seni Tari Bali dapat dibagi menjadi 3 periode (tahap) yaitu:
1. Periode Masyarakat Primitif (Pra-Hindu) (20.000 S.M-400 M)
Pada zaman Pra-Hindu kehidupan orang-orang di Bali dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya. Ritme alam mempengaruhi ritme kehidupan mereka. Tari-tarian meraka menirukan gerak-gerak alam sekitarnya seperti alunan ombak, pohon ditiup angin, gerak-gerak binatang dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk gerak semacam ini sampai sekarang masih terpelihara dalam Tari Bali.
2.  Periode Masyarakat Feodal (400 M-1945)
Pada masyarakat feodal perkembangan Tari Bali ditandai oleh elemen kebudayaan hindu. Pengaruh Hindu di Bali berjalan sangat pelan-pelan. Dimulai pada abad VII yaitu pada pemerintahan Raja Ugrasena di Bali. Pada abad X terjadi perkawinan antara Raja Udayana dengan Mahendradatta, ratu dari jawa timur yang dari perkawianan tersebut lahir Raja Airlangga yang kemudian menjadi raja di jawa timur. Sejak itu terjadi hubungan yang sangat erat antara jawa dan bali. Kebudayaan bali yang berdasarkan atas penyembahan leluhur ( animisme dan totemisme) bercampur dengan Hinduisme dan Budhisme yang akhirnya menjadi kebudayaan Hindu seperti yang kita lihat sekarang catatan tertua yang menyebutkan tentang berjenis-jenis seni tari ditemui di jawa tengah yaitu batu bertulis jaha yang berangka tahun 840 Masehi. Pada zaman Feodal tari berkembang di istana, dan berkembang juga dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kepentingan agama yang tidak pernah absen dari tari dan musik.

3. Periode Masyarakat modern (sejak tahun 1945)
Didalam masyarakat modern yang dimulai sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, patromisasi dari kerajaan-kerajaan di zaman Feodal mulai berkurang. Pada masa ini banyak diciptakan tari kreasi-kreasi baru, walaupun kreasi baru itu masih berlandaskan kepada nilai tradisional; yaitu hanya perobahan komposisi dan interpretasi lagu kedalam gerak. Pada masa ini seniman – seniman bebas mengembangkan daya kreativitasnya. Para seniman secara sadar, kreatif, dan terus menerus memasukkan ide – ide baru kedalam kesenian, khususnya Tari Bali.

TARI LEGONG KERATON 
Istilah “Legong Keraton”  terdiri dari dua kata yaitu Legong dan Keraton. Kata Legong di duga berasal dari bahasa Bali (bahasa Nusantara) yaitu dari kata “leg” yang dikombinasikan dengan kata “gong” sehingga menjadi “Legong”. Dalam bahasa Balinya akar kata “leg” berarti gerak yang luwes dan elastis. Dengan pengertian kata sifat luwes dan elastis ini kiranya dapat disimpulkan bahwa “gerak” yang dimaksud disini adalah gerak tari sehingga kaya “leg” dapat kita artikan dengan gerak tari atau tari saja. Sedangkan “gong” berarti sebuah gamelan atau sebarung gamelan, sehingga “leg – gong” (Legong dapat kita simpulkan sebagai suatu tarian yang diiringi dengan gamelan gong. Istilah legong ini rupanya juga mengalami perkembangan menjadi “Legong Kraton”. Kata Kraton ini berarti Istana. Mungkin tambahan tersebut timbul karena tari – tarian di Bali juga dapat diasosiasikan dengan lanjutan, bahwa tari legong di Bali juga merupakan hasil kesenian Istana (puri). 
Lakon yang biasa dipakai dalam Legong kebayakan bersumber pada:
  1. Cerita Malat khususnya kisah Prabu Lasem,
  2. Cerita Kuntir dan Jobog (kisah Subali Sugriwa),
  3. Legod Bawa (kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa),
  4. Kuntul (kisah burung),
  5. Sudarsana (semacam Calonarang),
  6. Palayon,
  7. Chandrakanta dan lain sebagainya. 

Gerak pada Tari Legong Kraton :
  1. Struktur pada tari Legong Kraton ini terdiri dari pepeson, pengawak, pengecet dan pekaad. Pepeson merupakan penampilan pertama atau bagian permulaan dimulai dari tampilnya tari Condong. Sikap dan Gerak pada tari Condong adalah:Ngocok langse adalah gerakan tangan menggetarkan langse (kain tabir)
  2. Miles adalah tumit diputar kedalam (kanan – kiri). Gerakan ini misalnya terjadi pada pergantian posisi ngagem.
  3. Mungkah lawang adalah gerakan tari yang pertama sebagai awal dari suatu tarian. Maksud dari gerakan ini yaitu untuk membuka langse.
  4. Agem kanan adalah berat badan ada pada kaki kanan, jarak kaki kira-kira 1 genggam serta badan condong ke kanan. Tangan kanan sirang mata dan tangan kiri sirang susu.
  5. Sledet adalah gerakan mata yang dimana gerakan ini dapat dilakukan ke samping kanan atau kiri dan merupakan ekspresi pokok dalam tari Bali.
  6. Luk nerudut adalah gerakan kepala ke kanan dan ke kiri yang ditarik secara stakato.
  7. Ngelangkar gunung adalah gerakan mata ke samping atau ke depan yang dimulai dari jarak dekat kemudian meloncat jauh.
  8. Ngotag adalah gerakan leher ke samping kanan dan kiri dengan cepat yang tekanannya ada pada dagu.
  9. Ulap – ulap adalah posisi lengan agak menyiku dengan variasi gerak tangan seperti orang memperhatikan sesuatu.
  10. Ombak angkel adalah posisi tangan sirang susu dan sepat pala, posisi jari tangan keduanya ngeruji tekanan terletak pada kedua pergelangan tangan yang jatuh bersamaan aksen pengiringnya.
  11. Ngejat pala adalah kecepatan dari gerakan ngotag pala
  12. Agem kiri adalah berat badan ada pada kaki kiri, jarak kaki kira-kira 1 genggam serta badan condong ke kiri. Tangan kiri sirang mata dan tangan kanan sirang susu.
  13. Ngelo adalah gerak tangan bergantian sejajar dengan pinggang dan dahi
  14. Ngenjet adalah menekankan kaki kanan atau kiri secara bergantian ke depan, tumit tidak menempel di tanah (menjinjit) dan badan agak merendah (ngeed).
  15. Nyeregseg adalah gerakan kaki dengan langkah ke samping cepat dan bisa digerakkan kesegala arah.
  16. Ngumad adalah gerakan menarik kaki yang didominit oleh gerakan tangan ke arah sudut belakang. Gerakan ini dipakai pada waktu akan ngangsel ngeteb ataupun ngumbang.
  17. Ngumbang adalah gerakan berjalan pada tari wanita dengan jatuhnya kaki menurut maat gending ataupun pukulan kajar.
  18. Rebut muring adalah posisi agem kanan, kaki kiri digetarkan mata mendelik, kemudian angkat kaki kanan pandangan pojok kanan dengan tangan silang, angkat kaki kiri pandangan ke depan tangan luk nagasatru sogok kanan agem kanan, sledet, ngejat pala angkat kaki kiri tangan luk nagasatru kaki kanan ke belakang pandangan ke pojok kanan tangan kiri sepat pala dan tangan kanan di depan susu, sledet kiri ngotag pala kembali ke depan agem kanan disertai luk nerudut naik turun diikuti ngejat leher. Sedangkan rebut muring ke kiri sama dengan posisi di kanan.
  19. Milpil adalah gerakan berjalan juga, hanya ragamnya lebih halus, kadang – kadang injakan – injakan tapak kai lebih dari satu kali.
  20. Lasan megat yeh adalah sikap kaki sama dengan sregseg hanya berbeda pada arah gerakan yaitu ke sudut kanan depan.
  21. Ngepik adalah leher direbahkan ke kanan dan ke kiri.


TARI LEGONG KARTON VERSI PELIATAN

Ciri Khas Legong Kraton Versi Peliatan

Legong merupakan tarian asal Bali, tarian ini memberi satu warna tersendiri bagi penikmatnya. Tak mengherankan, banyak sekali paket pertunjukkan Tari Legong  yang ditawarkan dalam industri pariwisata Bali. Khususnya pada Tari Legong Kraton versi Peliatan sangat berbeda dengan Tari Legong Kraton versi lainnya. Gaya tarian yang diajarkannya agak berbeda dengan pengajar lainnya, cenderung dinamis penuh getaran dan bertenaga dengan sikap tubuh yang condong ke depan serta dagu diangkat. Yang menarik adalah gaya yang diajarkan sangat mirip dengan gambar sketsa gerakan legong yang tercantum dalam buku Island of Bali, karangan Miguel Covarrubias. Gaya ini kemudian menjadi ciri khas Legong Peliatan.
Dengan ciri khas diatas maka masyarakat akan lebih mudah membedakan asal dari Tari Legong Kraton tersebut. Sesungguhnya setiap pengajar/sanggar mempunyai gaya-gaya yang berbeda dalam pengajaran Tari Legong Kraton, namun tari ini memang sangat berbeda dari yang lainnya.